Oleh: Anggun Sofia Ardila
Indonesia kembali ke jebakan lama. Setiap ada uang rakyat yang “dicuri” atau dianggarkan berlebihan oleh pejabat, selalu muncul drama heboh yang mengalihkan perhatian kita semua. Kasus terbaru yang terjadi di pertengahan Oktober 2025 menjadi bukti telanjang: Saat DPR menaikkan jatah uang pribadinya, kemarahan publik dialihkan total ke isu agama.
Ini bukan kebetulan yang lucu. Ini adalah taktik kotor yang sengaja dimainkan.
Pesta Uang Reses: Kenaikan Rp302 Juta Tanpa Permisi
Fokus utama adalah kenaikan fantastis anggaran operasional anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dana Reses yang seharusnya digunakan untuk menemui rakyat di daerah pemilihan, tiba-tiba melonjak drastis.
Kritik mencuat saat diketahui dana reses per anggota DPR ditingkatkan dari Rp400 juta menjadi Rp702 Juta per anggota.
Bayangkan: Di saat harga kebutuhan pokok dan pajak naik (PPN 12% sudah berlaku), anggota DPR justru menambah jatah uangnya sebesar Rp302 Juta dari kantong negara. Ini adalah pemborosan yang tidak masuk akal, tanpa ada laporan jelas ke mana saja uang ratusan juta itu dipakai.
Trans 7: ‘Kebetulan’ yang Membungkam Kritik
Tepat ketika angka pemborosan DPR sebesar Rp702 Juta ini mulai viral dan memicu protes di media sosial, isu sensasional langsung “mengambil alih” panggung pemberitaan:
13 Oktober 2025: Program TV Trans 7 menayangkan konten yang dinilai menghina lembaga agama dan tokoh ulama.
14 Oktober 2025: Dalam waktu kurang dari 24 jam, isu tersebut menjadi viral. Petisi online, komentar kemarahan, dan perdebatan soal moralitas media mengunci semua headline. Semua orang lupa bertanya soal Rp702 juta.
Intinya: DPR berhasil lolos dari pengawasan ketat. Seluruh energi kritik kita, yang seharusnya digunakan untuk menuntut transparansi anggaran, justru habis terkuras untuk marah-marah pada sebuah tayangan televisi.
Taktik Lama: Selalu Ada ‘Drama’ Saat Negara Ambil Keputusan Berat
Pola ini menunjukkan isu-isu yang memantik emosi dan sentimen agama memiliki daya tarik viral yang sangat kuat. Isu ini sengaja dijadikan ‘bola panas’ untuk menenggelamkan isu kebijakan yang rumit tapi vital.
Masyarakat harus sadar: Mereka berhasil membuat kita sibuk berkelahi soal benar atau salahnya Trans 7, sementara para wakil rakyat kita berhasil mengamankan kenaikan gaji fantastis di belakang pintu.
Hentikan keterkecohan ini. Jangan biarkan amarah emosional kita menjadi tameng bagi DPR untuk mencairkan Rp702 Juta per anggota tanpa pertanggungjawaban. Rakyat berhak tahu: mana yang lebih penting, tayangan TV atau uang pajak kita? Fokuslah pada pengawasan anggaran!