Sebuah Catatan Ngaji Sabtu Pagi di Kantor PCNU Bojonegoro
jagatsembilan.com | Shohabat Aqro’ disebutkan dalam sebuah hadits Nabi, dalam kitab Riyadhus Sholihin.
Dalam hadist, Dia mempunyai sepuluh anak tapi tidak pernah menciumnya.
وعن أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ: قبَّل النَّبِيُّ ﷺ الْحسنَ بنَ عَليٍّ رضي اللَّه عنهما، وَعِنْدَهُ الأَقْرعُ بْنُ حَابِسٍ، فَقَالَ الأَقْرَعُ: إِنَّ لِي عَشرةً مِنَ الْولَدِ مَا قَبَّلتُ مِنْهُمْ أَحدًا، فنَظَر إِلَيْهِ رسولُ اللَّه ﷺ فقَالَ: مَن لا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ متفقٌ عَلَيهِ.
Dari Abu Hurairoh r.a bahwa Nabi Muhammad mencium Al Hasan bin Ali, sedang di sampingnya Aqro’ bin Habis, Dia berkata : sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak dan aku tidak pernah mencium satupun dari mereka. Kemudian Nabi memandangnya, lalu bersabda, barang siapa yang tidak menyayangi, maka tidak akan di sayangi. (Muttafaq alaih)
Demikianlah Rasulullah SAW mengajari Al Aqra akan arti kasih sayang dan ciuman kepada anak. Dari sinilah Al Aqra paham pentingnya nilai kasih sayang seorang orang tua terhadap anaknya.
Ini Kisah Keislaman Aqro’ r.a
Bani tamim memiliki kedudukan yang istimewa di kalangan arab. Hal itu terbukti dengan peranan besar mereka di Pasar Okaz. Salah seorang tokoh mereka; Al Aqro’ bin Haabis menjadi hakim di Pasar Okaz. Nama lengkapnya adalah Al Aqra bin Haabis bin Aqqal bin Muhammad bin Sufyan bin Mujaasyi’ At Tamimi Al Mujasi’i Ad Darimi. Duraid berkata: Nama asli Al Aqra bin Haabis adalah Firas. Ia mendapat julukan Al Aqra karena ada kebotakan di kepalanya. Sebelum masuk Islam, Al Aqra adalah penyembah api dan seorang Majusi.
Pada tahun 9 H, Al Aqro’ diutus Bani Tamim menghadap Rasulullah SAW. Ia berangkat bersama Utharid bin Hajib, Qays bin Ashim, Zabraqaan bin Badr, Uyainah bin Hishn, dan sejumlah besar dari Bani Tamim yang berjumlah kurang lebih 70 sampai 80 orang. Mereka masuk ke masjid lalu memanggil Rasulullah SAW dengan suara yang keras agar Rasulullah SAW keluar dari kamar beliau untuk menemui mereka.
“Wahai Muhammad” teriak Bani Tamim memanggil Rasulullah SAW
Setelah Rasulullah keluar menemui mereka, lantas mereka berkata, “Wahai Muhammad, kami datang dengan memberikan kebanggaan untukmu.”
Hal ini membuat Rasulullah SAW merasa terganggu dan tidak senang dengan perbuatan tersebut. Karena peristiwa inilah turun ayat keempat dalam surat al Hujurat;
إنّ الّذين ينادونك من وراء الحجرات أكثرهم لايعقلون
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggilmu dari belakang kamar-kamar mayoritasnya adalah orang yang tidak berakal.” (Q.S. al Hujurat:4)
Dalam kesempatan tersebut, para utusan Bani Tamim kemudian bersedia masuk Islam dan mulai mempelajari al Quran serta permasalahan agama kepada Rasulullah SAW untuk beberapa saat lamanya. Setelah sekian lama mereka belajar Islam dari Rasulullah SAW, pulanglah rombongan tersebut kepada kaumnya.
Al Aqro’ bin Haabis termasuk sahabat yang ikut dalam peristiwa Fathu Makkah. Ia juga mengikuti pertempuran bersama Rasulullah SAW, di antaranya perang Hunain dan perang Thaif. Memiliki latar belakang seorang pembesar Bani Tamim dan baru masuk Islam, Rasulullah SAW memberikan ghanimah (harta rampasan perang) dari perang Hunain dengan jumlah yang cukup banyak. Hal ini sesuai dengan hukum pembagian ghanimah dan salah satu yang berhak menerima adalah mualafatu qulubuhum. Masing-masing mereka mendapatkan ghanimah sebanyak 100 ekor unta. Yang termasuk golongan ini adalah Al Aqro’ bin Haabis, Abu Sufyan, Suhail bin Amr, Uyainah bin Hishn, dan yang lainnya.
Pernah suatu masa Rasulullah memperoleh kiriman potongan emas dari negeri Yaman yang berhasil didapatkan Ali bin Abi Thalib. Kemudian Rasulullah SAW membagi emas tersebut kepada empat orang, salah satunya adalah Al Aqro’ bin Haabis.
Al Aqro’ bin Haabis terkenal sebagai pejuang Islam yang rela melindungi Rasulullah SAW dan Islam. Ia bahkan mengikuti perang Yamamah dan peperangan setelahnya di bawah pimpinan Khalid bin Walid termasuk saat penaklukkan wilayah Ambar di Negeri Irak. Beliau ikut serta dalam perang Dumatul Jandal di bawah pimpinan Surahbil bin Hasanah.
Sepeninggal Rasulullah SAW, kabilah Bani Tamim terbelah. Ada yang menyatakan tetap taat, namun sebagian lainnya menolak menetap di Madinah di bawah kekhalifahan Abu Bakar. Meski begitu, Al Aqro’ tetap pada pendiriannya untuk tetap tegak dalam ajaran Islam dan ikut berjuang bersama para sahabat lainnya.
Al Aqro’ pun wafat sebagai syahid di medan perang pada tahun 635 M atau 16 H pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Ketika itu sedang berkecamuk perang Yarmuk antara kaum muslimin melawan Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur). Perang yang sengit ini dipimpin oleh Khalid bin Walid dan banyak para sahabat yang gugur dalam perang ini termasuk Al Aqro’ bin Haabis bersama sepuluh anak-anaknya. Ia wafat sebagai seorang syahid di medan pertempuran.