JagatSembilan.com | Bojonegoro – Di tengah derasnya arus modernisasi, masih ada sosok muda yang gigih mempertahankan seni tradisi khas Bojonegoro. Dia adalah Oky Dwi Wicahyo, pendiri Sanggar Sedhet Srepet, sebuah kelompok teater tradisional dan eksperimental yang berkomitmen menjaga kesenian Sandur agar tetap hidup dan relevan dengan perkembangan zaman.
Kisah lahirnya Sanggar Sedhet Srepet berawal dari acara adat desa, yaitu nyadran atau sedekah bumi di Desa Ngraho, Bojonegoro. Panitia kala itu menginginkan kesenian Sandur dihadirkan, namun kelompok Sandur sudah jarang tampil karena para pemainnya telah lanjut usia. Melihat kondisi tersebut, Oky bersama sejumlah pemuda teater mengambil inisiatif untuk mempelajari Sandur lebih dalam. Mereka kemudian berguru kepada Mbah Jagad Pramujito, maestro Sandur sekaligus mantan pemain kelompok Sandur Sekar Sari, salah satu kelompok Sandur tua yang masih tersisa di Bojonegoro.
“Dari beliau kami belajar banyak tentang pakem dan filosofi Sandur. Lalu kami mencoba mengembangkan agar tetap bisa diterima generasi sekarang,” ujar Oky.
Pementasan Perdana dan Eksperimen Seni
Pada 30 Juli 2022, kelompok baru yang mereka dirikan resmi tampil perdana dalam acara nyadran dengan nama Sandur Sedhet Srepet. Mereka membawakan lakon berjudul “Ambeng Bengawan”. Sejak itu, kelompok ini terus berproses dan tampil di berbagai desa.
Pementasan kedua berjudul “Kado Wak Tangsil” menjadi titik penting. Sanggar Sedhet Srepet berani mengangkat isu-isu sosial masyarakat modern tanpa meninggalkan akar budaya Sandur. Eksperimen ini mendapat sambutan luas dari masyarakat, bahkan hingga luar Bojonegoro.
Sejumlah karya lain pun lahir, di antaranya Selendang Kuning, Krocok-Kricik, hingga Grafito. Lakon-lakon tersebut memadukan nilai tradisi dengan sentuhan modern, sehingga lebih mudah diterima generasi muda.
Mengenal Sandur, Warisan Budaya Bojonegoro
Sandur sendiri merupakan teater tradisional khas Bojonegoro yang memadukan drama, tari, musik tetembangan, hingga atraksi. Pertunjukan biasanya digelar di tanah lapang berbentuk gelanggang persegi berhias janur kuning yang disebut blabar.
Dalam pementasan Sandur terdapat berbagai peran, mulai dari Germo (dalang Sandur), Panjak Ore (penabuh musik dan penembang), hingga empat Anak Wayang: Cawik, Pethak, Balong, dan Tangsil. Selain itu, ada atraksi khas seperti jaranan yang sarat unsur magis dan kalongking, yaitu atraksi panjat yang menantang.
Menjaga Tradisi di Tengah Modernisasi
Oky Dwi Wicahyo menegaskan, tujuan Sanggar Sedhet Srepet bukan hanya melestarikan Sandur, tetapi juga mengembangkan bentuk baru agar lebih relevan dengan zaman. Eksperimen mereka dianggap sebagai jalan tengah untuk menjaga tradisi tetap hidup tanpa kehilangan ruh aslinya.
“Kami ingin Sandur tidak hanya sekadar dikenang, tapi benar-benar hidup di tengah masyarakat, termasuk generasi muda,” tutup Oky.(Amin)