JagatSembilan.com | Bojonegoro – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Bojonegoro turut memberikan masukan penting dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan Paparan Laporan Pendahuluan Dokumen Kajian Rencana Pembangunan Pertanian Kabupaten Bojonegoro Tahun 2025–2030, Selasa (14/10/2025).
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bojonegoro ini berlangsung di Creative Room lantai 6 Gedung Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Acara dibuka langsung oleh Kepala DKPP Bojonegoro Zaenal Fanani, serta menghadirkan dua narasumber pemantik yakni Taufan Alam dari Pusat Studi UGM dan Ardian Elonard dari Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN).
Dalam forum tersebut, hadir berbagai organisasi dan asosiasi pertanian di Bojonegoro, seperti KTNA, PERHIPTANI, PERPADI, APTI, ABMI, ASBENINDO, hingga LPP NU. HKTI Bojonegoro hadir melalui perwakilannya, drg. Sofan Solikin, selaku Sekretaris HKTI Bojonegoro yang mewakili Ketua HKTI Bojonegoro Nurul Azizah.
Dalam kesempatan itu, Sofan Solikin menyampaikan beberapa poin penting terkait arah kebijakan pembangunan pertanian, terutama mengenai pengelolaan air pertanian, semangat petani muda, serta perlindungan produk lokal dari serbuan impor.
“Saya memberikan saran terkait dengan ketersediaan sumber air. HKTI Bojonegoro atas arahan Ibu Ketua juga mengusulkan di rapat internal HKTI Jawa Timur adanya usulan perubahan tentang UU No. 19 Tahun 2013 tentang pengelolaan air pertanian. Dan di forum diskusi ini semoga juga dibahas terkait dengan aturan kemudahan pemanfaatan air untuk pertanian,” ujar drg. Sofan Solikin.
Ia menambahkan, salah satu tantangan besar dunia pertanian adalah menjaga minat generasi muda agar tetap bertani.
“Terkait menjaga semangat petani muda, perlu adanya perlindungan terhadap para petani muda dari gempuran produk impor pertanian baik buah maupun sayuran. Karena pemasaran hasil produksi petani lokal masih kalah harga dengan impor,” lanjutnya.
Selain itu, Sofan juga menyoroti pentingnya regulasi khusus dalam pengendalian hama pertanian yang ramah lingkungan.
“Untuk pengendalian dan pemberantasan hama, perlu dibuat regulasi khusus terkait pengembangan biakan burung hantu oleh petani agar bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Namun hal ini masih terkendala dengan aturan dari BKSD dan regulasi lainnya,” jelasnya.
FGD tersebut menjadi forum penting bagi para pemangku kepentingan sektor pertanian Bojonegoro dalam menyusun arah pembangunan pertanian lima tahun ke depan, dengan harapan seluruh masukan dari organisasi tani dapat menjadi bagian dari kebijakan yang berpihak pada petani.(Ary)