JagatSembilan.com | Bojonegoro – Ustadz Ahmad Rifqi Azmi mengingatkan pentingnya memperbanyak taubat, menjaga keikhlasan, dan berprasangka baik kepada Allah SWT sebagai bekal dalam meniti usia. Pesan tersebut ia sampaikan dalam kajian bertema “Bekal Iman dan Amal dalam Meniti Usia” yang dikaji dari Kitab Hadits Riyadhus Sholihin di Masjid Agung Darussalam Bojonegoro, Sabtu (11/10/2025).
Kajian diawali dengan doa dan pujian kepada Allah, dilanjutkan ungkapan syukur atas kesempatan jamaah untuk kembali berkumpul dalam majelis ilmu. Ustadz Rifqi mendoakan agar pertemuan tersebut diridhai dan membawa manfaat bagi seluruh peserta.
Dalam penyampaiannya, ia menjelaskan perbedaan antara Al-Qur’an dan hadis qudsi. Al-Qur’an, menurutnya, lafaz dan maknanya berasal dari Allah, sedangkan hadis qudsi maknanya dari Allah tetapi lafaznya disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ustadz Rifqi menekankan bahwa hadis qudsi tentang kezaliman memberi pelajaran penting: langkah pertama untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan bertaubat dan meminta maaf kepada orang yang pernah dizalimi.
“Kalau yang dizalimi belum memaafkan kecuali melalui qisas, maka orang yang bersalah harus siap menerimanya. Itulah bukti kesungguhan dalam memperbaiki diri,” ujarnya.
Ia kemudian membacakan hadis qudsi yang menggambarkan kebesaran Allah:
“Wahai hamba-hamba-Ku, jika seluruh manusia dan jin sejak awal hingga akhir berkumpul dan meminta kepada-Ku, lalu Aku berikan semua yang mereka minta, itu tidak akan mengurangi sedikit pun dari kekuasaan-Ku, sebagaimana jarum yang dicelupkan ke laut tidak akan mengurangi air laut.”
Melalui hadis tersebut, ia menegaskan bahwa seorang mukmin harus menggantungkan harapannya hanya kepada Allah, bukan kepada gaji atau kemampuan diri. “Jangan pesimis karena penghasilan kecil. Gantungkan harapan hanya kepada kemurahan Allah,” katanya.
Ustadz Rifqi juga mengingatkan bahwa Allah menghitung setiap amal manusia secara rinci — baik maupun buruk. Karena itu, penting bagi setiap Muslim menjaga keikhlasan dan konsistensi dalam beribadah.
Salah satu tanda keimanan, menurutnya, adalah menikmati ibadah. Ia mencontohkan kebiasaannya menulis setiap amal baik yang dilakukan sebagai bentuk syukur kepada Allah. “Sebagaimana diajarkan Imam Abdul Hasan Asy-Syadzili, umat Islam perlu mengingat dosa sekaligus bersyukur atas amal baiknya, agar meninggal dalam keadaan husnudzan, bukan berputus asa,” ujarnya.
Ia juga mengisahkan seorang jamaah yang wafat dalam keadaan sakit namun tetap berprasangka baik kepada Allah. “Ketika ajal mendekat, ingatlah kebaikan dan rahmat Allah. Itu yang menenangkan hati seorang mukmin,” tutur Ustadz Rifqi.
Selain itu, ia menyinggung pentingnya adab dalam berbicara tentang takdir. Dalam Al-Qur’an, kata dia, ketika menyebut nikmat Allah digunakan kata An’amta (Engkau memberi nikmat), sedangkan saat menyebut kemurkaan digunakan Maghdubi ‘alaihim tanpa menyebut pelaku secara langsung. “Itu bentuk sopan santun terhadap Allah,” jelasnya.
Dalam penjelasan tambahan, Ustadz Rifqi memaparkan jenis-jenis kitab hadis seperti Musnad, Mu’jam, Sunan, Mustadrak, Mustakhraj, dan Jami’, serta mencontohkan Musnad Ahmad bin Hanbal sebagai salah satu karya penting dalam ilmu hadis.
Menutup kajiannya, ia berpesan agar jamaah semakin giat beribadah seiring bertambahnya usia. “Patokan kebaikan seseorang adalah akhir hidupnya. Maka jadikan masa tua sebagai waktu memperbanyak amal dan memperbaiki diri,” pesannya.
Kajian ditutup dengan doa bersama agar para jamaah diberi kekuatan untuk selalu bertaubat, bersyukur atas nikmat Allah, dan meninggal dalam keadaan husnul khatimah.(Amin)