Jagatsembilan.com | Bojonegoro – Nur Aziz anggota DPRD Provinsi Jawa Timur hadiri bedah buku Aswaja di Pondok Pesantren (Ponpes) An-Nur Asuhan KH. Solikun, jl. Pondok pinang ngrowo Bojonegoro. Jumat (01/13/2023)
Kegiatan itu dimulai pukul 19.30 WIBÂ dihadiri oleh Rifqi Azmi Dosen Unugiri pengarang buku Aswaja. Selain itu juga ada beberapa Pengasuh Ponpes di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Diantaranya ada KH Ahmadi Ilyas Pengasuh Pondok Darul Ma’arif, KH Qomari Pengasuh Pondok Mbah Abdullah Sambiroto, Fathur Bari Pengasuh Jamaah Wel wel.
Abu Naib Sesepuh Dauroh Ilmiuah Bononegoro, Mujahidin Pengasuh Majlis Taklim Ibtidaun Muttadiin Bojonegoro. Ada juga Kyai Kholidin Rois Syuriah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Bojonegoro dan lebih dari 200 orang warga sekitar Ponpes An-Nur.
Dalam kegiatan tersebut Nur Aziz menjelaskan terpinggirkannya Nahdlatul Ulama (NU) di jaman orde Baru.
“Ketika saat itu di mana di zaman orde baru, di mana kekuasaan dipegang oleh orde Baru Nahdlatul Ulama terpinggirkan. Saat itu kami sebagai mahasiswa Nahdlatul Ulama bergerak diskusi kecil-kecil-kecil akhirnya mendirikan organisasi yang namanya pergerakan mahasiswa Islam Indonesia Cabang Bojonegoro,” terangnya.
Lebih lanjut Caleg DPR-RI dari Dapil Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban itu no urut 6 dari Partai Kebangkitan Bangsa tersebut menjelaskan tentang intimidasi yang ia alami saat akan mendirikan PMII di Bojonegoro
Selain itu menurut Nur Aziz, untuk menegakkan Aswaja harus didukung dengan pemerintahan yang kuat ini prinsip saya dulu.
“Karena saya mengalami bagaimana sulitnya ketika itu mau menjalankan ajaran Aswaja di zaman orde baru itu sangat sulit,” tambahnya
Selain itu dirinya juga mengatakan, kita pondok-pondok pesantren tidak bisa leluasa ketika mau mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan juga sangat sulit, kita mengalami hal itu.
“Bahkan saat itu ketika kami akan mendirikan PMI juga mendapatkan banyak intimidasi dari aparatur pemerintahan saat itu, dari gerakan-gerakan itu maka menimbulkan hati kepada saya langkah utama untuk supaya negara ini sesuai dengan Islam Aswaja, maka harus ada dua sisi yang kuat, yaitu agama dan negara ini harus berjalan seiring, agama dan negara di satu sisi agama bisa berjalan baik ketika negara ini memiliki visi misi seirama dengan agama yang ada.” pungkas Nur Aziz.
Sementara itu Rifqi Azmi pengarang buku mengatakan, bentuk negara adalah hal yang ijtihadi. Menurutnya kenapa ijtihadi, karena ketiadaan penjelasan yang jelas dari Rosulullah secara spesifik.
“Rosulullah hanya memberikan informasi secara umum saja. Misal, pemimpin harus adil, pemimpin itu harus amanah, harus mempunyai welas asih kepada rakyatnya, harus bertanggungjawab. Hanya seperti itu contoh dari Rosulullah,” kata Gus Rifqi sapaan akrabnya.
Dirinya juga menjelaskan, bentuk negara harus bagaimana, menurutnya Rosulullah tidak mewajibkan harus mengikuti khilafah ataukah demokrasi.
“Karena Nabi tidak pernah menjelaskan secara spesifik maka ulama ijtihadnya berbeda-beda. Ada Bani Umayyah yang membuat sistem kerajaan, ada ulama Indonesia ulama-ulama kita merumuskan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan ini sah-sah saja. Karena pertimbangannya adalah yang paling maslahah untuk wilayah tersebut,” terangnya.