Oleh: Choirul Anam
Bayangkan sebuah koperasi kecil di desa yang anggotanya berasal dari berbagai latar belakang: ada yang usahanya warung kopi, ada yang peternak ayam, ada pula yang berdagang kelontong. Mereka bekerja sama, saling mendukung, dan tak peduli apakah satu sama lain memiliki pandangan politik yang berbeda, pilihan kiai yang beragam, atau cara berpakaian yang tak seragam. Yang terpenting adalah keberlanjutan usaha bersama. Inilah esensi dari toleransi ekonomi—sebuah konsep yang tak hanya penting, tetapi menjadi fondasi utama dalam pemberdayaan ekonomi kader Ansor.
Toleransi Ekonomi: Apa dan Mengapa?
Ketika berbicara tentang toleransi, biasanya yang muncul di benak adalah toleransi beragama, toleransi sosial, atau toleransi budaya. Namun, ada satu aspek yang sering luput dari perhatian, yakni toleransi ekonomi—kemampuan untuk bekerja sama dalam ekonomi tanpa harus terhambat oleh perbedaan suku, agama, atau pilihan politik.
Toleransi ekonomi berarti membuka ruang kolaborasi dan kerja sama dalam bidang ekonomi dengan prinsip kesetaraan dan keadilan. Ini bukan sekadar berbagi modal atau usaha, tetapi juga membangun ekosistem bisnis yang saling menguatkan. Dalam konteks kader Ansor, toleransi ekonomi sangat penting untuk membentuk komunitas bisnis yang solid dan berkelanjutan.
Ekonomi Kader: Tantangan dan Potensi
Sebagai organisasi kepemudaan yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU), Ansor memiliki kekuatan besar dalam jumlah kader serta jaringan sosialnya. Namun, secara ekonomi, banyak kader yang masih bergelut dengan tantangan klasik: akses modal terbatas, kurangnya keterampilan bisnis, serta kesulitan memperluas pasar.
Di sinilah toleransi ekonomi berperan. Dengan membangun ekosistem yang saling mendukung, para kader bisa mengembangkan usaha bersama tanpa harus terjebak dalam sekat-sekat perbedaan yang justru melemahkan potensi ekonomi mereka.
Bayangkan jika seorang kader yang memiliki usaha warung kopi bisa bekerja sama dengan kader lain yang memiliki usaha produksi gula aren. Lalu, ada lagi kader yang menguasai pemasaran digital dan bisa membantu mempromosikan produk mereka. Dengan kerja sama ini, ekonomi kader tumbuh tanpa harus bergantung pada pihak luar.
Menjadikan Toleransi Ekonomi sebagai Pilar Pemberdayaan
1. Membangun Koperasi Berbasis Kebersamaan
Salah satu cara nyata untuk menerapkan toleransi ekonomi adalah melalui koperasi. Koperasi bukan sekadar wadah simpan pinjam, tetapi bisa menjadi pusat ekonomi yang menggerakkan berbagai sektor usaha kader.
Misalnya, koperasi bisa mengelola distribusi produk hasil kader Ansor, menyediakan pelatihan bisnis, hingga menjadi perantara dalam mendapatkan akses modal yang lebih luas. Kunci suksesnya? Tidak membeda-bedakan siapa yang boleh dan tidak boleh bergabung. Selama berkomitmen pada prinsip kebersamaan, setiap kader berhak berpartisipasi.
2. Menghindari Fanatisme Ekonomi
Salah satu penyakit yang sering menghambat kemajuan ekonomi kader adalah fanatisme dalam berbisnis. Ada anggapan bahwa hanya kelompok tertentu yang boleh mendapatkan manfaat ekonomi, sementara yang lain dikesampingkan.
Padahal, justru dengan melibatkan lebih banyak pihak, pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat dan stabil. Jangan sampai ada kader yang enggan membeli produk temannya hanya karena perbedaan organisasi atau pandangan politik. Dalam bisnis, kualitas dan manfaat harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar kesamaan identitas.
3. Membangun Ekosistem Bisnis yang Saling Menguatkan
Toleransi ekonomi juga berarti memberikan kesempatan kepada semua kader untuk berkembang, tidak hanya kepada mereka yang sudah punya modal besar.
Misalnya, kader yang masih pemula dalam bisnis harus diberikan kesempatan untuk belajar dan berkembang. Mereka yang lebih dulu sukses diharapkan tidak pelit ilmu, tetapi justru membimbing yang lain agar bisa maju bersama. Dengan begitu, kesenjangan ekonomi antar kader bisa ditekan, dan ekosistem bisnis yang sehat bisa terbentuk.
4. Memanfaatkan Teknologi dan Digitalisasi
Di era digital, toleransi ekonomi juga bisa diwujudkan melalui kolaborasi berbasis teknologi. Ansor bisa mengembangkan platform digital yang menghubungkan berbagai usaha kader, baik dalam bentuk marketplace, forum bisnis, atau komunitas daring yang saling berbagi peluang usaha.
Misalnya, seorang kader yang memiliki usaha batik bisa menjual produknya melalui platform digital yang dikelola oleh komunitas Ansor. Sementara itu, kader lain yang ahli dalam pemasaran digital bisa membantu meningkatkan jangkauan produk tersebut. Dengan cara ini, toleransi ekonomi berjalan secara konkret dan memberikan dampak nyata.
Menjadi Kader yang Kuat secara Ekonomi
Pemberdayaan ekonomi kader Ansor tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Dibutuhkan kesadaran kolektif bahwa bersama kita lebih kuat. Toleransi ekonomi bukan sekadar teori, tetapi harus diwujudkan dalam langkah nyata:
Mendukung usaha sesama kader, baik sebagai konsumen maupun mitra bisnis.
Berbagi ilmu dan pengalaman, sehingga kader yang baru merintis usaha tidak merasa sendirian.
Mengutamakan kolaborasi daripada kompetisi, karena keberhasilan satu kader akan berdampak positif bagi komunitas secara keseluruhan.
Dalam jangka panjang, toleransi ekonomi bisa menjadi senjata ampuh untuk mengangkat kesejahteraan kader Ansor. Tidak hanya menciptakan kemandirian ekonomi, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial.
Karena pada akhirnya, sebuah komunitas yang kuat bukanlah komunitas yang anggotanya saling bersaing tanpa batas, tetapi komunitas yang saling mendukung tanpa melihat perbedaan. Itulah kunci pemberdayaan yang sesungguhnya.
*) Penulis adalah Choirul Anam Ketua PAC GP Ansor Balen Kabupaten Bojonegoro. Choirul Anam sangat aktif di jagatsembilan.com